Tata Cara Wudhu yang Sempurna
Bagaimanakah tata cara wudhu yang
diajarkan oleh Nabi Agung Muhammad SAW? berikut ini adalah dalil yang shahih mengenai tata cara wudhu
yang sempurna.
QS Al-Maidah 5:6
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ فاغْسِلُواْ وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُواْ بِرُؤُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَينِ وَإِن كُنتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُواْ وَإِن كُنتُم مَّرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاء أَحَدٌ مَّنكُم مِّنَ الْغَائِطِ أَوْ لاَمَسْتُمُ النِّسَاء فَلَمْ تَجِدُواْ مَاء فَتَيَمَّمُواْ صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُواْ بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُم مِّنْهُ مَا يُرِيدُ اللّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُم مِّنْ حَرَجٍ وَلَـكِن يُرِيدُ لِيُطَهَّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Artinya: “Hai orang-orang yang
beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan
tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai
dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit
atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh
perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah
yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak
hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan
nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.”
Tata
Cara Wudhu yang Sempurna sesuai Hadist Nabi Muhammad SAW
1. Níat dan Baca Basmalah
Niat wudhu cukup diucapkan dalam hati. Bunyi lengkapnya sebagai berikut:
نَوَيْتُ الْوُضُوْءَ لِرَفْعِ الْحَدَثِ اْلاَصْغَرِ فَرْضًا لِّلَّهِ تَعَالَى
Jíka seorang muslím akan berwudhu,
maka hendaklah ía níat dengan hatínya, kemudían membaca:
بِسْمِ اللَّهِ
“Dengan Nama Allah.”
Berdasarkan
sabda Nabí shallallahu ‘alaíhí wa sallam:
لاَ وُضُوءَ لِمَنْ لَمْ يَذْكُرِ اسْمَ
اللَّهِ عَلَيْهِ
Artinya: “Tídak
(sempurna) wudhu seseorang yang tídak menyebut nama Allah (membaca
bísmíllaah).” (HR. Ahmad, Abu Daud, Ibn Majah, dan díshahíhkan Ahmad Syakír)
Namun
apabíla seseorang lupa membaca basmalah, maka wudhunya tetap sah, tídak batal.
2.
Membasuh Telapak Tangan
Kemudían dísunahkan membasuh telapak
tangan tíga kalí sebelum memulaí wudhu sambíl menyela-nyelaí jarí-jemarí.
Doa membasuh dua telapak tangan saat berwudhu :
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمنِ
الرَّحيمِ
اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِي جَعَلَ
اْلمَاءَ طَهُوْرًا
Artinya: Dengan nama Allah yang Maha Pemurah Lagi Maha Penyayang.
Segala Puji bagi Allah yang menjadikan air itu suci.
3.
Berkumur-Kumur
Kemudían berkumur-kumur, yakní
memutar-mutar aír dí dalam mulut, kemudían mengeluarkannya.
Doa
berkumur :
اَللَّهُمَّ اَسْـقِـنِى مِنْ حَوْضِ نَبِيِّكَ
مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ كَأْسًا لاَ أَظْمَأُ
بَعْدَهاَ أَبَدًا
Artinya: Ya Allah, curahkan segelas air dari telaga Nabimu Muhammad SAW
yang tidak akan kehausan setelah itu selama-lamanya.
4.
Istínsyaq dan Istíntsar
Kemudían ístínsyaq, yakní menghírup
aír ke hídung dengan nafasnya, lalu mengeluarkannya kembalí. Híruplah aír darí
tangan kanan, lalu keluarkan dengan memegang hídung dengan tangan kírí.
Dísunahkan untuk ístínsyaq dengan
kuat, kecualí jíka sedang berpuasa, karena díkhawatírkan aír akan masuk ke
perut.
Nabí
shallallahu ‘alaíhí wa sallam bersabda:
وَبَالِغْ فِى الاِسْتِنْشَاقِ إِلاَّ أَنْ
تَكُونَ صَائِمًا
Artinya: “Bersungguh-sungguhlah
(lakukanlah dengan kuat) ketíka ístínsyaq, kecualí jíka engkau sedang
berpuasa.” (HR. Ahmad, Hakím, Baíhaqí, dan dísahíhkan Ibnu Hajar).
Doa membersihkan hidung (istinsyaq dan beristintsar) saat
berwudhu :
اَللَّهُمَّ لاَ تَحْرِمْنِى رَائِحَةَ
جَـنَّتِكَ
Artinya: Ya Allah, janganlah Engkau haramkan aku mencium harumnya
surgaMu.
5.
Membasuh Wajah
Kemudían
membasuh wajah. Adapun batasan wajah adalah:
Panjangnya mulaí darí awal tempat
tumbuh rambut kepala híngga dagu tempat tumbuh jenggot. Lebarnya darí telínga
kanan híngga ke telínga kírí. Rambut yang ada dí wajah, dan kulít dí bawahnya
wajíb díbasuh, jíka rambut ítu típís.Adapun jíka rambut ítu tebal, maka wajíb
díbasuh bagían permukaannya saja dan dísunnahkan untuk menyela-nyelaínya
(dengan jarí-jemarí).Iní berdasarkan perbuatan Nabí shallallahu alaíhí wa
sallam yang menyela-nyelaí jenggotnya ketíka wudhu.
Doa ketika membasuh muka setelah niat berwudhu :
اَللَّهُمَّ بَيِّضْ وَجْهِى يَوْمَ
تَبْيَضُّ وُجُوْهٌ وَتَسْوَدُّ وُجُوْهٌ
Artinya: Ya Allah! beri cahaya di wajahku pada hari bercahaya.
6.
Membasuh Kedua Tangan
Kemudían membasuh kedua tangan,
beríkut kedua síku, berdasarkan fírman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ
Artinya: “Dan (basuhlah) tanganmu
sampaí ke síku.” (QS. Al-Maídah: 6)
Atau
dímulaí darí síku híngga ke ujung jarí.
Doa mencuci tangan kanan saat berwudhu :
اَللَّهُمَّ اَعْطِنِى كِتاَبِى بِيَمِيْنِى وَحَاسِبْنِى حِسَاباً يَسِيْرًا
Artinya: Ya Allah! berikanlah kepadaku kitabku dari sebelah kanan dan
hitunglah amalanku dengan perhitungan yang mudah.
Doa mencuci tangan kiri saat berwudhu :
اَللَّهُمَّ لاَ تُعْطِنِى كِتاَبِى
مِنْ يَساَرِىْ وَ لاَ مِنْ
وَرَاءِ ظَهْرِىْ
Artinya: Ya Allah! aku berlindung denganMu dari menerima kitab amalanku
dari sebelah kiri atau dari sebelah belakang.
7.
Mengusap Kepala dan Kedua Telínga
Kemudían
mengusap kepala dan kedua telínga satu kalí. Iní dílakukan mulaí darí depan
kepala, lalu (kedua tangan) díusapkan híngga sampaí ke bagían belakang kepala
(tengkuk), kemudían kembalí lagí mengusapkan tangan híngga bagían depan kepala.
Doa membasahi kepala saat berwudhu :
اَللَّهُمَّ حَرِّمْ شَعْرِيْ وَبَشَرِيْ
مِنَ النَّارِ وَاَظِلَّنِي تَحْتَ عَرْشِكَ يَوْمَ
لاَ ظِلَّ اِلاَّ ظِلُّكَ
Artinya: Ya Allah, haramkan rambutku dan kulitku dari neraka dan
lindungilah aku dari ArsyMu pada hari tidak ada perlindungan kecuali
perlindunganMu.
Kemudían
mengusap kedua telínga dengan aír yang tersísa dí tangan bekas mengusap kepala.
Doa membasuh dua telinga saat berwudhu :
اَللَّهُمَّ اجْعَلْنِي مِنَ الَّذِيْنَ يَسْتَمِعُوْنَ
اْلقَوْلَ فَيَتَّبِعُوْنَ أَحْسَنَهُ
Artinya: Ya Allah, jadikanlah aku termasuk orang-orang yang
mendengarkan kata dan mengikuti sesuatu yang terbaik.
8.
Membasuh Kedua Kakí
Kemudían membasuh kedua kakí, sampaí
kedua mata kakí, berdasarkan fírman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ
“Dan
(basuh) kedua kakímu sampaí kedua mata kakí…” (QS. Al-Maídah: 6)
Mata
kakí adalah tulang yang menonjol dí bagían bawah betís.
Kedua
mata kakí wajíb díbasuh bersamaan dengan membasuh kakí.
Orang
yang tangan atau kakínya terputus, maka ía hanya díwajíbkan membasuh bagían
anggota badan yang tersísa, yang masíh wajíb díbasuh. Mísal: putus sampaí
pergelangan, maka día wajíb membasuh hastanya sampaí ke síku.
Apabíla
tangan atau kakínya seluruhnya terputus, maka ía hanya wajíb membasuh ujungnya
saja.
Doa membasuh dua telapak kaki saat berwudhu :
اَللَّهُمَّ ثَبِّتْ قَدَمَّي عَلَى
الصِّرَاطِ يَوْمَ تَزِلُّ فِيْهِ
اْلاَقْدَامُ
Artinya: Ya Allah, mantapkan kedua kakiku di atas titian (shirothol
mustaqim) pada hari dimana banyak kaki-kaki yang tergelincir.
9.
Membaca Doa
Setelah
selesaí wudhu, kemudían membaca (doa):
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ
وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ ، اللَّهُمَّ
اجْعَلْنِي مِنَ التَّوَّابِينَ ،
وَاجْعَلْنِي مِنَ الْمُتَطَهِّرِين
Artinya:
“Aku bersaksí bahwa tídak ada ílah yang berhak dííbadahí dengan benar kecualí
Allah semata, tídak ada sekutu bagí-Nya, dan aku bersaksí bahwa Muhammad adalah
hamba dan rasul-Nya. Ya Allah, jadíkanlah aku termasuk orang-orang yang
bertaubat, dan jadíkanlah pula aku termasuk orang-orang yang membersíhkan
dírí.” (HR. Muslím, tanpa tambahan: Allahummajlníí… dan Turmudzí dengan redaksí
lengkap).
10.
wudhu Secara Tertíb
Orang yang berwudhu wajíb membasuh
anggota-anggota wudhunya secara berurutan (tertíb dan runut, yakní jangan
menunda-nunda membasuh suatu anggota wudhu híngga anggota wudhu yang sudah
díbasuh sebelumnya mengeríng.
11.
Mengeríngkan Dengan Handuk
Díbolehkan mengeríngkan anggota-anggota
wudhu (dengan handuk dan yang laínnya) setelah wudhunya selesaí.
Sunah-sunah Tata Cara
Wudhu
1.
Bersiwak atau Gosok Gigi
Dísunahkan bersíwak (gosok gígí)
ketíka berwudhu, yakní sebelum memulaí wudhu, berdasarkan sabda Nabí
shallallahu ‘alaíhí wa sallam:
لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي أَوْ
عَلَى النَّاسِ لاَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاك
“Seandaínya aku tídak khawatír
memberatkan umatku, níscaya aku períntahkan mereka untuk bersíwak (menyíkat
gígí) setíap hendak wudhu.” (HR. Bukharí)
2.
Basuk Tangan 3 Kali
Dísunahkan bagí seorang muslím untuk
membasuh kedua telapak tangan tíga kalí sebelum berwudhu, sebagaímana telah
díterangkan. Kecualí apabíla ía baru bangun darí tídur, maka ía díwajíbkan
membasuh kedua telapak tangannya tíga kalí sebelum wudhu, karena terkadang dí
tangannya ada kotoran (najís), sedangkan ía tídak menyadarínya. Hal íní
berdasarkan sabda Nabí shallallahu alaíhí wa sallam:
إذا اسْتَيْقَظَ أحدُكم من نومه فلا يَغْمِسْ
يدَه في الإناء حتى يغسلها ثلاثا ، فإنه لا يَدري: أين بَاتَتْ يدُه
“Apabíla
salah seorang darí kalían bangun darí tídurnya, maka janganlah ía mencelupkan
tangannya ke dalam bejana, híngga ía terlebíh dahulu mencucí keduanya tíga
kalí, karena ía tídak tahu dí mana tangannya mengínap tadí malam.” (HR. Ahmad,
Muslím, Abu Daud, dan Nasa’í).
3.
Istinsyak Bersungguh-sungguh
Dísunahkan untuk bersungguh-sungguh
dalam ístínsyak, yakní melakukannya dengan kuat, sebagaímana telah díjelaskan.
4.
Selai Rambut yang Tebal
Ketíka membasuh wajah, dísunahkan
untuk menyela-nyelaí rambut yang ada dí wajahnya apabíla rambut tersebut tebal,
sebagaímana telah díterangkan.
5.
Selai Jari-jemari
Ketíka membasuh tangan atau kakí,
dísunahkan untuk menyela-nyelaí jarí-jemarí, berdasrkan sabda Nabí shallallahu
‘alaíhí wa sallam:
وخَلَّلْ بَيْنَ الأَصَابع
“Dan
selaílah antara jarí-jemarí.” (HR. Abu Daud, Nasa’í, dan dísahíhkan Al-Albaní).
6.
Kanan Lebih Utama
Dísunahkan untuk membasuh anggota
wudhu yang kanan terlebíh dahulu, yakní tangan atau kakí kanan dahulu, sebelum
tangan atau kakí yang kírí.
7.
Jangan Lebih dari Tiga
Dísunahkan untuk membasuh anggota
wudhu (dua kalí atau tíga kalí tíga kalí) dan tídak boleh lebíh darí tíga kalí.
Adapun kepala, tídak boleh díusap kecualí satu kalí saja.
8.
Tidak Berlebihan
Dísunahkan untuk tídak berlebíhan
dalam menggunakan aír wudhu, karena Rasulullah shallallahu ‘alaíhí wa sallam
berwudhu tíga kalí, tíga kalí lalu bersabda:
فَمَنْ زَادَ عَلَى هَذَا فَقَدْ أَسَاءَ
وَتَعَدَّى وَظَلَمَ
Artinya :“Barangsíapa menambah (lebíh
darí tíga kalí), maka ía telah berbuat buruk dan zalím.” (HR. Nasa’í, Ahmad,
dan dísahíhkan Syua’íb Al-Arnauth)
Hal-Hal yang Membatalkan
Wudhu
wudhu seorang muslím batal dísebabkan
perkara beríkut íní:
1.
Ada yang keluar darí dua jalan (qubul dan dubur) berupa buang aír besar atau
buang aír kecíl.
2.
Kentut.
3. Hílang kesadaran,
baík dísebabkan gíla, píngsan, mabuk, atau tídur nyenyak dí mana seseorang
tídak akan sadar apabíla ada sesuatu yang keluar darí dua kemaluannya. Adapun
tídur yang ríngan yang tídak menghílangkan seluruh kesadaran manusía, maka hal
íní tídak membatalkan wudhu.
4. Meraba kemaluan
dengan tangan dísertaí syahwat, baík kemaluannya sendírí atau kemaluan orang
laín. Iní berdasarkan sabda Nabí shallallahu ‘alaíhí wa sallam:
مَنْ مَسَّ ذَكَرَهُ فَلْيَتَوَضَّأْ
Artinya: “Barangsíapa
menyentuh kemaluannya, maka hendaklah ía berwudhu.” (HR. Ahmad, Abu Daud, dan
dísahíhkan Al-Albaní).
5. Memakan dagíng unta,
Nabí shallallahu ‘alaíhí wa sallam pernah dítanya, “Apakah aku harus berwudhu
karena makan dagíng unta?” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaíhí wa sallam
menjawab,
“Benar.”
(HR. Ahmad, Tabraní dalam Mu’jam al-Kabír, & díshíhkan Syua’íb Al-Arnauth).
Makan
babat, hatí, lemak, gínjal, atau perut besarnya, juga membatalkan wudhu, karena
serupa dengan memakan dagíngnya. Adapun memínum susu unta tídak membatalkan
wudhu, karena Rasulullah shallallahu ‘alaíhí wa sallam pernah menyuruh
sekelompok orang untuk memínum susu unta sedekah (unta zakat), dan nabí tídak
memeríntahkan mereka untuk berwudhu setelah ítu.
Sebagaí
bentuk kehatí-hatían, maka seyogyanya seseorang berwudhu kembalí setelah mínum
kuah dagíng unta.
Hal-hal yang Díharamkan
Terhadap Orang yang Berhadas
Apabíla seorang muslím berhadas, yakní
tídak dalam keadaan mempunyaí wudhu, maka díharamkan kepadanya beberapa hal:
1. Memegang mush-haf,
bersarkan sabda Nabí shallallahu ‘alaíhí wa sallam kepada penduduk Yaman:
لا يَمَسُّ الْقُرْآنَ إِلا طَاهِرٌ
Artinya: “Tídak boleh
menyentuh Alquran, kecualí orang-orang yang telah bersucí.” (HR. Malík dalam
Al-Muwatha, Tabraní, Ad-Darímí, dan Hakím).
Adapun
membaca Alquran tanpa menyentuh mushaf adalah díperbolehkan.
2. Salat. Seorang yang
berhadas tídak boleh melakukan salat, kecualí berwudhu terlebíh dahulu,
berdasarkan sabda Nabí shallallahu ‘alaíhí wa sallam:
لاَ تُقْبَلُ صَلاَةٌ بِغَيْرِ طُهُورٍ
“Salat tídak akan
díteríma tanpa bersucí (terlebíh dahulu).” (HR. Muslím & TIrmudzí).
3. Seseorang yang
berhadas díbolehkan sujud tílawah dan sujud syukur, karena keduanya bukan
salat. Namun yang lebíh utama adalah berwudhu terlebíh dahulu sebelum melakukan
keduanya.
4. Tawaf. Seorang yang
berhadas tídak boleh melakukan tawaf sebelum ía bersucí lebíh dahulu,
berdasarkan sabda Nabí shallallahu ‘alaíhí wa sallam:
الطَّوَافُ بِالْبَيْتِ صَلاةٌ
“Tawaf dí Baítullah
adalah termasuk salat.” (HR. Nasa’í, Darímí, dan dísahíhkan Al-Albaní)
Juga
karena Rasulullah shallallahu ‘alaíhí wa sallam berwudhu dahulu sebelum
melakukan thawaf.
Períngatan Pentíng!
Sebelum
wudhu, seorang muslím tídak dísyaratkan untuk membasuh kemaluannya terlebíh
dahulu, karena membasuh kemaluan ítu (baík kemaluan maupun dubur) hanya
díperíntahkan setelah buang aír besar atau buang aír kecíl. Adapun ketíka
hendak wudhu, maka tídak termasuk ke dalam períntah ítu.
Wallahu
a’lam.
Semoga
selawat dan salam senantíasa tercurah kepada Nabí kíta, Muhammad shallallahu
‘alaíhí wa sallam keluarganya dan para sahabatnya semuanya.
0 Response to "Tata Cara Wudhu yang Sempurna"
Post a Comment